DHE-GURU

Bahasa Indonesia & Sastra SMA

Soal Kelas XI Kurikulum 2013, Cerpen

Akar Sebuah Hati

Hujan semakin deras dan petir sekali-kali menyambar membuat hatiku agak takut. Kulirik arlojiku, waktu sudah cukup larut. Tapi, aku masih berdiri di halte menunggu bus yang searah tujuan rumahku.
“Naik taksi saja, Non.” Tiba-tiba seorang lelaki tua penjual rokok yang mengkal di halte bus itu memberikan saran. Aku mengangguk dan tersenyum. Sejenak aku dilanda bimbang. Tapi ketika sebuah taksi melintas di hadapanku, aku menghentikannya juga. Sampai rumah dengan susah payah kubuka gerendel pitu pagar besi, sementara hujan mengguyur tubuhku.
“Kenapa tidak membawa payung?” tiba-tiba ibuku sudah muncul di ambang pintu. “Kukira hari ini tidak akan turun hujan.” “Hujan, tidak hujan kau harus bawa, kan tidak berat,” kata ibu lagi seraya membalikkan tubuhnya ke dalam rumah. Aku hanya bisa mengangkat bahu dan segera melepas sepatuku yang sudah basah dan kotor. Begitulah ibu, melihat aku basah kuyup. Ibu bukannya iba dan membawakan handuk untukku, tapi malah menegur keaalpaanku.
Kalau ibu tahu tadi aku pulang naik taksi, ibu pasti akan marah dan mengatakan aku “si royal” tidak peduli dengan keadaan yang kuhadapi. “Makan dulu Ti! Tapi terserah kalau kau mau sakit…,” ujar ibu seraya melongokkan kepalanya sesaat dari balik pintu. Aku hanya mengangguk dan menggeliatkan tubuh di atas ranjang. Dengan malas akhirnya kuseret juga sandalku ke ruang makan.
Ibu memang keras mendidikku. Sejak kecil setelah ayah tiada, ibu mengurus aku dan kakakku, Sisi, seorang diri. Ibu tidak pernah menggaji seorang pembantu rumah tangga, semua dikerjakannya sendiri. Untuk menambah uang pensiunan ayah yang tidak seberapa, ibu rajin membuat seprai dan bantal kursi, juga topi unik untuk dijual kepada kawan-kawannya dengan cara mencicilnya. Tetapi, meski hidup hemat dan sederhana, ibu sangat mementingkan pendidikanku dan Sisi. Untuk mendapatkan sebuah sepatu baru pada saat itu rasanya sulit sekali. Padahal kakiku sering lecet karena pakunya menonjol keluar. Ibu lebih suka mengeluarkan uangnya untuk biaya les-les tambahan. Selain itu ibu pun menerapkan disiplin yang kurasa cukup keras. Kakakku sisi pernah diberi tugas mencatat kalimat “saya tidak akan lupa lagi” sebanyak 100 kali setiap hari selama seminggu, hanya karena Sisi pulang sekolah sebelum waktunya. Ia tidak mengerjakan PR sekolahnya. Di lain waktu ibu pun pernah menghukumku mondar-mandir sebanyak 25 kali, antara serambi depan sampai dapur, hanya karena aku menyerahkan pekerjaan rumah menggambarku kepada Sisi. Aku memang tidak pandai menggambar.
“Gunakan tanganmu, jangan bergantung dan menyusahkan orang lain,” Begitu katanya. Bahkan kami tidak boleh menangis bila menghadapi apapun yang membuat kami ingin menangis. Ibu akan membentak kami dan mengatakan, “Si Cengeng.”
Ibu memang berkesan kaku dan keras, tapi itulah kenyataannya. Bahkan setelah Sisi duduk di bangku SMP, ibu mengharuskan Sisi untk memasuki perguruan pencak silat atau karate, walau Sisi akhirnya memilih Taekwondo.
“Suatu saat nanti, kau pun akan memahami dan menyadarinya,” begitu ucap Sisi suatu hari ketika menyampaikan keherananku akan sikap ibu akhir-akhir ini.
Sumber: 25 Naskah terbaik Lomba Cerpen 2001 dengan pengubahan

Bacalah teks cerpen di atas, lalu jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Uraikanlah konflik/masalah yang terdapat dalam cerpen di atas!
2. Apa penyebab konflik tersebut?
3. Jelaskan maksud kalimat “Gunakan tanganmu, jangan bergantung dan menyusahkan orang lain!”
4. Sebutkan 3 amanat/hikmah yang terdapat dalam cerpen di atas!
5. Tulislah kembali cerpen di atas secara singkat dengan bahasamu sendiri!

29 Sep 2014 - Posted by | KURIKULUM 2013, SOAL |

1 Komentar »

  1. Makasih banget atas info ini gan. Sangat… sangat bermanfaat thank you a lot… di tunggu berikutnya… ^_^ y…

    Suka

    Komentar oleh Firman Abhienya Fiyya | 12 Sep 2015 | Balas


Tinggalkan komentar